JAMBI.PILARDAERAH.COM — Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi terus menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan praktik Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2022 senilai Rp120 miliar.
Setelah melimpahkan empat tersangka dan barang bukti berupa uang tunai Rp8,4 miliar dan empat bidang tanah di wilayah Jawa Barat, penyidik juga menelusuri keterlibatan tiga orang lainnya.
“Satu penggunaan anggaran (PA), yakni Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi yang menjabat tahun 2021 berinisial VAP, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial B, dan 1 lagi seorang broker berinisial D,” ungkap Direktur Reskrimsus Polda Jambi, Kombes Pol Taufik Nurmandia.
“Masih dalam sidik petugas. Mereka belum tersangka,” tegas Taufik.
Sebelumnya, pada Rabu (12/11/2025) lalu penyidik telah melimpahkan empat orang tersangka ke Kejaksaan Negeri Jambi.
“Pemilik PT Indotec Lestari Prima (ILP) berinisial WS, RWS, yang berperan sebagai broker atau penghubung, ES pemilik PT Tahta Djaga Internasional (TDI), serta ZH Kepala Bidang SMK di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),” tuturnya.
Dia menambahkan, dari hasil penyelidikan dan audit oleh tim ahli terhadap pelaksanaan proyek di sejumlah sekolah, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp21 miliar.
“Dari empat perkara yang sudah kami tangani, semuanya telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh pihak Kejaksaan,” tandas Taufik.
Selain menyerahkan tersangka, penyidik juga menyerahkan barang bukti berupa uang tunai Rp8,4 miliar dan empat bidang tanah di wilayah Jawa Barat. Barang-barang tersebut diduga kuat merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka selama proses pengadaan berlangsung.
Dari hasil penyelidikan, ditemukan adanya indikasi persekongkolan antara PPK dan pihak penyedia jasa dalam proses pengadaan barang. Modus yang digunakan antara lain dengan mengatur spesifikasi teknis dan menaikkan harga satuan barang sehingga terjadi mark-up anggaran.
Beberapa barang yang telah diperiksa di antaranya mesin cuci, alat facial, dan peralatan praktik kecantikan yang disuplai ke sekolah-sekolah penerima bantuan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa barang-barang tersebut tidak sesuai spesifikasi kontrak, bahkan sebagian tidak layak digunakan di lingkungan pendidikan.
“Barang yang dikirim tidak sesuai dengan dokumen kontrak, baik dari kualitas maupun jumlah. Setelah dicek, ternyata sebagian besar sudah dinaikkan harganya (mark-up) dan menyebabkan kerugian keuangan negara,” tegas Kombes Taufik.












