JAMBI.PILARDAERAH.COM — Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman satwanya. Namun tidak hanya itu, Indonesia pun memiliki satwa liar yang terancam punah karena sering diburu dan diperdagangkan.
Maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar ini dikarenakan masih adanya pasar gelap (black market) baik pasar lokal, nasional maupun transnasional yang menawarkan dengan harga cukup tinggi.
Salah satu hewan biota air yang sampai saat ini juga masih sering diburu dan diperdagangkan diantaranya Belangkas (Tachypleus gigas). Belangkas ini merupakan jenis hewan beruas (Artropoda) yang hidup di perairan dangkal wilayah payau dan kawasan mangrove yang berbentuk ladam kuda berekor dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Horseshoe crab.
Melansir Jurnal UIN Alaudin (Kamis, 16 Februari 2023), Belangkas mempunyai peranan yang penting di alam. Secara ekologis Belangkas berperan dalam penyeimbang rantai makanan dan sumber protein bagi setidaknya 20 spesies burung pantai yang bermigrasi. Selain itu juga Belangkas berperan sebagai bioturbator bintik invertebrata.
Dan secara ekonomi, Belangkas dimanfaatkan sebagai hewan umpan untuk menangkap ikan sembilang, belut dan siput besar.
Tingginya permintaan Belangkas dari luar negeri, diduga karena adanya informasi bahwa satwa tersebut merupakan makanan popular di Malaysia dan Thailand. Melansir Viva (Kamis, 16 Februari 2023), Daging dan telur belangkas bisa dikonsumsi. Masyarakat Melayu Malaysia yang mengenal masakan asam pedas dan sambal tumis belangkas. Belangkas juga dapat di konsumsi dengan hanya memanggang atau membakarnya saja. Namun, belangkas menghasilkan sejenis racun yang bisa memabukkan. Hanya bagian tertentu saja yang boleh dimakan.
Selain itu , melansir dari Timenews, tanggal 26 Agustus 2024, bahwa pada tahun 1968 dua orang peneliti di Marine Biological Laboratory di Massachusetts membuat penemuan yang luar biasa yaitu darah blangkas menggumpal dengan cepat saat terkena racun bakteri.
Penemuan ini mengubah cara dunia dalam menguji keamanan obat-obatan. Tes revolusioner ini, dikenal sebagai Limulus Amebocyte Lysate (LAL), kini digunakan untuk memastikan tidak ada racun berbahaya dalam obat dan alat medis yang digunakan manusia.
Namun, pengambilan darah blangkas untuk keperluan ini telah menimbulkan kekhawatiran besar mengenai dampaknya pada populasi blangkas dan ekosistem yang mereka huni.
Saat ini masih juga terdengar adanya perburuan dan perdagangan Belangkas, baik lintas provinsi maupun lintas negara. Hal itu terbukti dengan keberhasilan aparat penegak hukum dalam menangkap para pelaku kejahatan satwa liar belangkas ini.
Diantaranya, dilansir dari detik Sumut pada tanggal 26 Januari 2025 Tim Polres Rokan Hulu Provinsi Riau berhasil menangkap dua orang pelaku perdagangan Belangkas di Jalan Lingkar Bundaran Panipahan Darat dengan Barang Bukti hewan Belangkas sejumlah 1.449 ekor yang akan diselundupkan ke luar negeri.
Dilansir juga dari warta Top News KSDAE Pada tanggal 7 Mei 2024 , Ditpolairud Polda Sumut berhasil menangkap pelaku perdagangan Belangkas di desa Sei Buluh dusun Darul Aman Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Sedang Berdagai Provinsi Sumatera Utara.dengan barang bukti 1.600 ekor Belangkas.
Melansir Monggabay pada tahun 2019, sebanyak lebih kurang 7.000 ekor belangkas yang hendak diselundupkan ke Thailand, digagalkan TNI AL saat berpatroli menggunakan KRI Patimura-371 Satkor Koarmada I di perairan Aceh Timur, Aceh.
Untuk mencegah dari ancaman kepunahan, perlu juga upaya penyadartahuan dan edukasi yang dilakukan secara berkesinambungan kepada masyarakat sekitar habitat Belangkas tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan upaya penegakan hukum bagi pelaku perburuan dan perdagangan illegal Belangkas.
Pemerintah juga sudah menetapkan Belangkas sebagai satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi, yaitu pada lampiran nomor:
Urut 792 untuk Belangkas Besar (Tachypleus gigas),
Urut 793 untuk Belangkas Tiga Duri (Tachypleus tridentitas),
Urut 794 untuk Belangkas Padi (Cardinoscorpius rotunndicauda).
Padahal sejatinya perburuan dan perdagangan Belangkas dan satwa liar lainnya sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal ini dapat dilihat pada pasal 21 Ayat (2) huruf a , b, c, d, e , f dan g dan pasal 23 ayat 2.
Pasal 21 Ayat (2) menyatakan, Setiap orang dilarang untuk:
memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan/ atau memperdagangkan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/ atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/ atau spesimen bagian – bagian atau barang – barang yang terbuat dari bagian-bagian satwa yang dilindungi.
mengambil, merusak, memusnahkan , memperdagangkan, menyimpan , memiliki telur dan/ atau sarang satwa yang dilindungi.
mengeluarkan satwa dalam keadaan hidup atau mati, spesimennya, bagian-bagiannya atau barang-barang yang dibuat dari bagian – bagianya dari suatu tempat ke tempat lain di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/ atau ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melakukan kegiatan peragaan di media elektronik dan/ atau media lainnya untuk tujuan komersial tanpa izin terhadap satwa liar yang dilindungi dan/atau bagian – bagianya dan/atau
Melakukan kegiatan memperdagangkan melalui media elektronik atau media lainnya tanpa izin terhadap satwa liar yang dilindungi dan/ atau bagian-bagiannya.
Pasal 23 ayat 2 menyatakan,
Setiap orang dilarang memasukkan tumbuhan dan satwa yang berasal dari luar negeri sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 ( tumbuhan dan satwa yang berasal dari luar negeri yang statusnya dilindungi sesuai dengan ketentuan internasional yang masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia digolongkan menjadi jenis yang dilindungi sebagai yang dimaksud di dalam pasal 20 ayat 1 huruf a).
Ketentuan pidananya apabila melanggar pasal tersebut di atas, diatur dalam pasal 40A :
Ayat (1)
Untuk pasal 21 ayat 2 huruf a ,b, c,d, dan g dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (Lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
Ayat (2)
Untuk pasal 21 ayat 1 huruf c dan ayat 2 huruf e serta pasal 23 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
Ayat (3)
Untuk pasal 21 ayat 1 huruf d dan ayat 2 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori IV.
Satwa belangkas dan satwa liar lainnya yang ada di Indonesia menghiasi ekosistem kita, sejatinya merupakan aset negara yang perlu kita jaga agar tetap lestari dan terhindar dari kepunahan. Hal itu bisa ditempuh dengan turut serta menjaga keseimbangan ekosistem dengan tidak merusak habitat dan tidak melakukan perburuan dan perdagangan belangkas ataupun satwa liar lainnya. Musababnya kekayaan hayati tidak semata menjadi milik kita saat ini, namun merupakan titipan untuk generasi mendatang (*).
Sutiono
Komentar