Oleh: Sutiono, Pecinta Satwa
Harga cula badak yang menggiurkan di pasar gelap (black market) perdagangan satwa liar tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab masih maraknya perburuan badak di habitatnya, baik di Indonesia maupun di Benua Afrika.
Merujuk Caroline Chincester (diakses 3 Agustus 2024), di pasar gelap Vietnam dan China, 1 (satu) cula badak dihargai fantastis hingga USD $ 1.000.000. Sementara itu berdasarkan penuturan salah satu pedagang Cula Badak di Afrika Selatan pada tanggal 6 September 2024, harga 1 (satu) kilogram (kg) cula badak sekitar USD$ 35.000.
Sementara itu di pasar gelap dalam negeri sendiri, sebagaimana dilansir Antara pada tanggal 27 Agustus 2024, harga cula badak di Sumatera seberat 7 kg mencapai sekitar Rp43,4 miliar. Dari jabaran harga, black market di Vietnam dan China yang memiliki cuan tertinggi untuk harga Cula Badak.
Perdagangan illegal Cula Badak baik di pentas internasional dan nasional sampai saat ini juga masih ada. Dilansir dari Kompas pada tanggal 27 Agustus 2024, tim gabungan KLHK dan Polda Sumatera Selatan pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2024 berhasil mengamankan seseorang yang memperdagangan Cula Badak di Jalan Rama VII RT 03 RW 01 Kecamatan Alang -Alang Lebar Kota Palembang .
Barang bukti yang didapat di antaranya 8 (delapan) cula badak. Dari jumlah tersebut sebanyak 4 (empat) cula badak ditengarai dari Indonesia dan 4 (empat cula) badak lainnya dari luar negeri. Turut pula disita 5 (lima) buah pipa rokok yang terbuat dari gading gajah dan 3 (tiga ) pipa rokok dari tulang ikan Dugong.
Fantatisnya harga tersebut, tidak terlepas dari mitos yang melingkupi cula badak. Dalam pengobatan herbal tradisional Cina, cula badak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, rematik, asam urat, ataupun mimisan. Selain itu juga digunakan untuk detoksifikasi darah, menghilangkan panas dan kanker serta penyakit lainnya.
Selain dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal, cula badak juga dibuat aneka kreasi seni. Sebut saja cincin, liontin, kalung, gelang, patung, cangkir, mangkuk dan hiasan utuh lainnya.
Padahal sejatinya perburuan dan perdagangan cula badak dan satwa liar lainnya sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 21 Ayat (2) huruf a , b, c, d, e , f dan g dan Pasal 23 ayat 2.
Pasal 21 Ayat (2) menyatakan, Setiap orang dilarang untuk:
memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan/ atau memperdagangkan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
Kemudianmenyimpan, memiliki, mengangkut, dan/ atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/ atau spesimen bagian – bagian atau barang – barang yang terbuat dari bagian-bagian satwa yang dilindungi.
mengambil, merusak, memusnahkan , memperdagangkan, menyimpan , memiliki telur dan/ atau sarang satwa yang dilindungi.
Kemudian mengeluarkan satwa dalam keadaan hidup atau mati, spesimennya, bagian-bagiannya atau barang-barang yang dibuat dari bagian – bagianya dari suatu tempat ke tempat lain di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/ atau ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melakukan kegiatan peragaan di media elektronik dan/ atau media lainnya untuk tujuan komersial tanpa izin terhadap satwa liar yang dilindungi dan/atau bagian – bagianya dan/atau
Melakukan kegiatan memperdagangkan melalui media elektronik atau media lainnya tanpa izin terhadap satwa liar yang dilindungi dan/ atau bagian-bagiannya.
Pasal 23 ayat 2, Setiap orang dilarang memasukkan tumbuhan dan satwa yang berasal dari luar negeri sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 ( tumbuhan dan satwa yang berasal dari luar negeri yang statusnya dilindungi sesuai dengan ketentuan internasional yang masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia digolongkan menjadi jenis yang dilindungi sebagai yang dimaksud di dalam pasal 20 ayat 1 huruf a).
Ketentuan pidananya apabila melanggar pasal tersebut di atas, diatur dalam pasal 40A :
Ayat (1)
Untuk Pasal 21 ayat 2 huruf a ,b, c,d, dan g dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
Ayat (2)
Untuk Pasal 21 ayat 1 huruf c dan ayat 2 huruf e serta Pasal 23 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
Ayat (3)
Untuk Pasal 21 ayat 1 huruf d dan ayat 2 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori IV.
Satwa badak dan satwa liar lainnya yang ada di Indonesia menghiasi ekosistem kita, sejatinya merupakan aset negara yang perlu kita jaga agar tetap lestari dan terhindar dari kepunahan. Hal itu bisa ditempuh dengan turut menjaga keseimbangan ekosistem dengan tidak merusak habitat dan tidak melakukan perburuan dan perdagangan cula badak ataupun satwa liar lainnya.
Musababnya kekayaan hayati tidak semata menjadi milik kita saat ini, namun merupakan titipan dari generasi mendatang (*).
Sutiono.
Pecinta Satwa
Komentar