MUAROJAMBI.PILARDAERAH.COM — Pelepah daun pinang biasanya tidak berguna. Bahkan saat anak-anak dulu, pelepah pinang tersebut sering menjadi permainan tarik-tarikan. Namun sejak tahun 2019, pelepah daun pinang tersebut sudah bisa menjadi nilai ekonomis bagi mahasiswa di Universitas Jambi.
Pelepah pinang tersebut, sudah bisa menjadi mangkok dan piring makan yang sudah diproduksi hingga ke Jawa dan Bali.
Meski harganya murah, tapi peminatnya dan pangsa pasarnya cukup menjanjikan. Pasalnya, ramah lingkungan. Bahkan, pihaknya sudah mendapatkan sertifikat dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno.
Rudi Nata, CO Rumah Jambe-e yang memproduksi pelepah daun pinang di dalam Universitas Jambi di kawasan Sebapo, Kabupaten Muarojambi, Jambi ini mengatakan, usaha menengah kreatif ini berawal dari seorang dosen UNJA yang melakukan penelitian pada pohon jenis palem di Provinsi Jambi.
Dari 11 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Jambi hanya ada dua kabupaten yang terdapat bahan tersebut. Pasalnya dua kabupaten tersebut, yakni Kabupaten Tanjungjabung Barat dan Tanjungjabung Timur yang memiliki petani pinang.
“Selama ini, petani pinang hanya menjual buahnya saja sedangkan pelepahnya dibiarkan terbuang menjadi sampah hingga membusuk,” tuturnya, Sabtu (8/10/2022).
Melihat peluang itu, dosen tersebut mencoba membuat wadah makanan yang ramah lingkungan yang terbuat dari limbah daun pinang.
“Alhamdulillah apa yang diinginkan bisa terwujud. Ada beberapa alat pencetak yang terbuat sehingga bisa mempermudah produksi,” imbuh Rudi.
Dia menambahkan, untuk produksi tergantung orderan. Meski demikian, produksinya tidak hanya diorder di Indonesia saja tapi sudah dikenal di luar negeri.
“Piring dan mangkuk dari pelepah daun pinang ini sudah dijual hingga ke Jawa dan Bali. Sedangkan sampel sudah ada dikirim di luar negeri, ke Singapura Australia dan Korea Selatan,” tukas Rudi.
Untuk memproduksi pelepah pinang jadi pirang dan mangkuk, dibutuhkan banyak karyawan. “Ada 8 orang tenaga produksi, termasuk preparasi (pencucian dan pengguntingan). Sedangkan operator produksi 6 orang,” tuturnya.
Mulanya, bahan yang dibeli dari petani pinang di Kabupaten Tanjab Barat dan Tanjab Timur seharga Rp400 hingga Rp600 per pelepah tersebut dicuci sampai bersih setelah daunnya dipotong bersih.
Selanjutnya, pelepah tersebut memasuki penjemuran di green house (rumah penjemuran). “Penjemuran tidak boleh lama berkisar selama 3 sampai 4 jam,” imbuh Rudi.
Setelah kering barulah memasuki proses pembentukan. Dengan alat yang sudah disiapkan, kepingin pelepah pinang tersebut dibentuk piring dan mangkuk dengan alat hot pres (panas dengan tekanan).
“Kita gunakan gas elpiji untuk memanaskan alat pres, panasnya sekitar 100 sampai 150 derajat,” tuturnya.
Usai tercetak mejadi piring dan mangkuk, barulah digunting agar terlihat rapi. Untuk mangkuk kecil ukuran 5 inci yang besar 8 inci.
“Sedangkan harga jual Rp4.000 hingga Rp6.000 per satuan,” kata Rudi.
Dia menjelaskan, dalam sekali produksi, alat pres tersebut dalam sehari bisa mencetak 200 pics. “Kalau dua alat bisa 400 pics sehari,” katanya.
Tidak hanya itu, sisa limbah hasil produksi pelepah pinang bisa juga menghasilkan cuan. “Limbahnya bisa dijual untuk papan partikel di Tangerang,” imbuh Rudi.
Alumni mahasiswa yang magang, Ananda Nasution mengaku bersyukur bisa bekerja di Rumah Jambe-e ini. “Kita banyak mendapatkan pengetahuan dan kewirausahaan serta hubungan ke masyarakat cara bisnis yang baik,” tuturnya.
Terkait honor sudah merasakannya. “Honor tergantung orderan, berapa banyak yang dicetak disitulah honor untuk gaji,” pungkasnya.
(azhari)
Komentar