JAMBI.PILARDAERAH.COM – Ratusan warga di kawasan Kenali Asam, Kota Jambi terkaget-kaget setelah mengetahui tanah miliknya terkena “zona merah” Pertamina.
Akibatnya, sejumlah warga mengaku kesulitan mengurus balik nama sertifikat tanah mereka.
Salah satunya dialami Muji, warga Perumahan Kenali Pratama, Kenali Atas, Kota Jambi, yang membeli rumah secara resmi melalui lelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jambi pada 2002 lalu.
Awalnya, proses pembelian berjalan lancar. Muji bahkan sempat melakukan renovasi dan mengurus balik nama sertifikat tanpa hambatan.
Namun, setahun kemudian, ketika hendak menjual rumahnya, ia mendapati bahwa sertifikat tersebut tidak dapat lagi diproses.
“Alasannya, sebagian lahan yang saya miliki dikategorikan masuk dalam “zona merah” Pertamina,” ungkapnya, Jumat (19/9/2025).
Dari total lahan yang dimiliki, sekitar 20 persen disebut terkena status “zona merah”. Kondisi ini membuatnya kesulitan, karena tanah tidak bisa digunakan, dijual, maupun dijadikan jaminan.
“Harapan saya zona merah itu bisa dihapus, karena kami mendapatkannya secara legal melalui lelang resmi negara,” ujar Muji.
Kasus seperti ini ternyata tidak hanya dialami satu-dua orang. Sebelumnya, sempat mencuat kabar bahwa sekitar 5.500 Sertifikat Hak Milik (SHM) milik warga di Kenali Asam diduga tumpang tindih dengan aset Barang Milik Negara (BMN) yang digunakan PT Pertamina EP Field Jambi (PEP Jambi) dalam kegiatan operasional migas.
Menanggapi hal tersebut, PEP Jambi menyampaikan klarifikasi resmi. Perusahaan menegaskan bahwa pihaknya hanya melaksanakan amanah dari pemerintah untuk mengelola aset BMN, termasuk tanah, bangunan, dan fasilitas operasi migas yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Field Manager PEP Jambi, Kurniawan Triyo Widodo, menjelaskan bahwa seluruh kegiatan operasional perusahaan berjalan sesuai aturan.
“Aset yang kami gunakan sepenuhnya merupakan milik negara dan berada di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan. Penggunaannya dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Terkait istilah “zona merah”, Kurniawan menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menggunakan istilah tersebut, baik dalam komunikasi formal maupun informal. Menurutnya, istilah itu berasal dari pihak lain dan bukan terminologi resmi yang dipakai PEP Jambi.
Meski demikian, PEP Jambi memastikan akan tetap membuka ruang koordinasi dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta pihak-pihak terkait lainnya untuk mencari solusi terbaik.
“Kami ingin memastikan keselamatan, kepastian hukum, keamanan, dan keberlangsungan aktivitas masyarakat tetap terjaga di sekitar wilayah kerja,” tambahnya.
Sebagai bagian dari Pertamina, PEP Jambi juga menekankan peran strategisnya dalam mendukung ketahanan energi nasional melalui produksi minyak dan gas di wilayah Jambi.
“Komitmen ini sejalan dengan target pemerintah dalam mewujudkan kemandirian energi demi kepentingan bangsa,” tutur Tri.
Permasalahan tumpang tindih lahan ini kini menjadi perhatian publik. Warga berharap ada kepastian hukum yang adil agar hak kepemilikan mereka tetap diakui, sementara di sisi lain, operasional migas yang menjadi kepentingan negara juga tetap berjalan tanpa hambatan.