TANJABTIMUR.PILARDAERAH.COM – Jagat maya kembali dihebohkan dengan beredarnya video viral yang memperlihatkan puluhan siswa SMA Negeri 4 Kabupaten Tanjung Jabung Timur melakukan aksi demonstrasi di lingkungan sekolah. Aksi itu diduga diprakarsai oleh seorang guru, dan kini menjadi sorotan publik serta menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama pemerhati hukum dan pendidikan.
Dalam video berdurasi lebih dari satu menit yang beredar luas di media sosial tersebut, tampak para siswa membawa poster dan menyuarakan protes terhadap kebijakan internal sekolah. Aksi dilakukan di halaman sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung, sehingga mengundang perhatian warganet yang mempertanyakan peran pihak guru dalam peristiwa itu.
Pengamat hukum asal Jambi, Sahroni, S.H., M.H., menilai tindakan oknum guru yang mengajak siswa ikut aksi di sekolah merupakan pelanggaran terhadap prinsip dasar pendidikan dan juga ketentuan hukum yang berlaku. Menurutnya, keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam kegiatan semacam ini termasuk dalam kategori tindakan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Siswa SMA sebagian besar masih di bawah 18 tahun dan secara hukum masih dikategorikan sebagai anak. Mengajak mereka berdemo di lingkungan sekolah berpotensi melanggar Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang secara tegas melarang keterlibatan anak dalam kegiatan berisiko,” ujar Sahroni kepada wartawan, Senin (20/10/2025).
Ia menegaskan, guru semestinya menjadi panutan dan pembimbing moral bagi peserta didik, bukan justru memobilisasi mereka dalam aksi yang bisa menimbulkan konsekuensi hukum maupun sosial. “Sekolah bukan tempat demonstrasi. Guru harus mencontohkan cara menyampaikan aspirasi melalui mekanisme konstitusional dan etis, bukan dengan aksi turun ke lapangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sahroni menyebut aksi tersebut telah mencederai nilai-nilai pendidikan dan menodai fungsi sekolah sebagai ruang aman dan netral bagi anak-anak untuk belajar. Menurutnya, penyampaian aspirasi seharusnya dilakukan melalui cara yang edukatif seperti forum OSIS, musyawarah kelas, atau dialog dengan kepala sekolah.
“Mengajarkan demokrasi kepada siswa harus ditempuh dengan jalur pembelajaran yang mendidik, bukan dengan mendorong mereka melakukan aksi di lingkungan sekolah. Hal semacam ini justru membentuk perilaku impulsif dan kurang bertanggung jawab,” tambah pengacara yang dikenal tegas dan pro terhadap masyarakat kecil itu.
Sahroni juga mengimbau para orang tua untuk lebih aktif dalam mengawasi kegiatan anak-anak mereka, baik di sekolah maupun di dunia maya. Menurutnya, keterlibatan anak dalam kegiatan yang tidak sesuai dengan hukum bisa berimbas pada perkembangan karakter dan tanggung jawab sosial mereka di masa depan.
Kasus yang terjadi di SMA Negeri 4 Tanjung Jabung Timur ini, lanjut Sahroni, harus menjadi pelajaran penting bagi semua tenaga pendidik di Indonesia. Guru bukan hanya pengajar pengetahuan, tetapi juga figur moral dan penjaga etika hukum di dunia pendidikan. “Anak-anak bukan alat perjuangan siapa pun. Mereka adalah subjek hukum yang wajib dilindungi, bukan dijadikan peserta aksi. Mari kita ajarkan nilai demokrasi dengan cara yang santun, beretika, dan sesuai hukum,” pungkasnya.











