JAMBI.PILARDAERAH.COM – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi kembali berhasil menggagalkan perdagangan emas tanpa ijin (PETI) di Kabupaten Merangin, Jambi.
Selain mengamankan tiga orang tersangka, petugas juga menyita barang bukti emas seberat lebih kurang 1,7 kilogram senilai Rp3,23 miliar.
Dirreskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia menjelaskan, pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat mengenai aktivitas jual beli emas ilegal di Desa Perentak dan Simpang Parit.
Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Subdit IV Ditreskrimsus melakukan penyelidikan.
Hasil pengintaian berujung pada penyergapan di Jalan Raya Bangko–Kerinci, tepatnya Desa Birun, Kecamatan Pangkalan Jambu.
Pada saat itu, katanya, polisi menghentikan mobil Toyota Avanza warna silver dengan nomor polisi BA 1459 AE yang membawa tiga orang laki-laki beserta sejumlah ketupat emas.
“Ketiga tersangka yang diamankan, yaitu MWD (51) warga Kota Sungai Penuh, selaku pemilik emas ilegal, RBS (34) warga Pesisir Selatan, yang bertindak sebagai sopir, serta RN (37) warga Batam, yang membantu dalam transaksi dan distribusi,” ungkapnya, Senin (22/9/2025).
Dalam pemeriksaan, lanjutnya, MWD mengaku membeli emas dari penambang ilegal berinisial DMY di Desa Perentak sebanyak kurang lebih 1,3 kg serta dari RB di Simpang Parit sebanyak sekitar 400 gram.
“Emas itu rencananya dibawa ke Padang, Sumatera Barat, untuk dijual,” jelas Taufik.
Penyidik juga menemukan bahwa MWD telah berulang kali melakukan transaksi serupa, yakni sekitar 10 kali. “RN disebut sudah tiga kali terlibat, sementara RBS baru sekali ikut dalam aktivitas tersebut,” tuturnya.
Selain emas seberat sekitar 1,7 kg, polisi turut mengamankan barang bukti berupa 1 unit mobil Avanza, 1 lembar STNK, serta 4 unit telepon genggam berbagai merek yang diduga dipakai dalam komunikasi transaksi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2025 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.