Jurnalis Manusia Tetap Tak Tergantikan oleh AI

BANDUNG.PILARDAERAH.COM — Redaktur Pelaksana Bidang Ekonomi, Angga Aliya ZRF dari detik.com, menegaskan bahwa meskipun teknologi terutama Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) terus berkembang pesat, namun keberadaan jurnalis manusia tetap tak tergantikan.

“Bahwa esensi jurnalisme tidak hanya tentang menyajikan fakta, tetapi juga tentang karya seni dalam menuliskan berita,” ujarnya kepada puluhan jurnalis yang tergabung dalam Forum Wartawan Ekonomi dan Bisnis (Forweb) Jambi saat mengikuti Capacity Building dan Gathering Forweb Jambi yang diadakan oleh Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jambi di Bandung (20/5/2024) lalu.

Menurutnya, dalam era digital yang semakin canggih, peran jurnalis dalam menyampaikan informasi menjadi semakin penting. Namun demikian, dia menekankan bahwa kualitas dan keunikan gaya penulisan manusia tidak dapat digantikan oleh teknologi.

“Serpintar-pintarnya alat orang yang tidak mengupgrade dirinya sendiri, tidak paham dengan alat yang digunakan pasti akan berantakan”.

“Jadi kualitas manusia itu harus dipertahankan. Dengan apa? Ya tetap dengan menulis, tetap bertemu dengan nara sumber, melakukan wawancara, tetap riset juga,” ujarnya.

Dia menambahkan, walaupun itu bisa dibantu, menulis bisa dibantu, tapi gaya menulis khas manusia itu tidak bisa hilang. Robot itu ketika menulis pasti tulisannya kaku, bahasanya baku, monoton nggak ada rohnya.

“Jurnalis manusia memiliki kemampuan untuk membawa nuansa, mendapatkan sudut pandang yang unik, dan menentukan keberadaan berita yang kredibel,” kata Angga Aliya ZRF. “Ini adalah kualitas yang sulit ditiru oleh teknologi semata.”

Dirinya menganggap, jurnalis itu karya seni, karena karya tulisan itu adalah seni. “Kita tanya diri sendiri, apakah mau karya menulis kita benar-benar murni dilakukan oleh Artificial Intelligence (AI), pasti tidak mau”.

“Kalau saya tidak mau, saya ingin karya tulisan saya punya khas tersendiri. Walaupun tetap dibantu, saya tetap menggunakan bahasa sendiri,” tuturnya.

Angga juga mengatakan, kualitas manusia itu perlu dijaga karena itu karya manusia tidak akan tergantikan oleh robot.

“Apakah robot itu bisa silaturahmi, mungkin kita bisa dibantu robot, bisa bersilaturahmi, membuat surat ucapan, bikin jadwal untuk bertemu orang, tapi kita tetap yang bersilaturahmi,” imbuhnya.

Dia juga meminta agar para jurnalis tetap harus meng-upgrade diri sendiri untuk menjaga kualitas tulisan. “Orang lain melihat atau menilai kita bukan dari AI yang kita pakai, tapi jurnalis manusia itu sendiri,” ucapnya.

Terkait jurnalisme manusia terhadap pemberitaan ekonomi dan bisnis, jurnalis manusia lebih ke sensi. “Ketika kita dihadapkan kepada data, AI bisa membantu kompilasi datanya, seperti apa? Itu hanya bisa menampilkan data,” tuturnya.

Dia mencontohkan, data grafik saat terjadinya pandemi. “Bisa kita lihat turunnya tahun berapa, itu bisa jadi angel tersendiri. Sense untuk menentukan angel tersendiri itu yang menentukan harus diteliti dan dikonfirmasi,” paparnya.

“Di mana kita bisa menentukan angel tersebut, itu dari pengalaman pekerjaan kita sehari-hari, sering membaca dan banyaknya karya. Kalau kita mengerjakan pekerjaan dengan baik kita akan tahu angel yang baik,” tukas Angga.

Menurutnya, itu robot tidak bisa mendapatkan itu. “Kita tetap yang memilih-milih angelnya. Si robot hanya sebatas mengumpulkan data saja dan menampilkan, tapi angel kita yang ambil. Itu murni dari sensi wartawan itu sendiri”.

“Jurnalis manusianya yang harus jalan. Sumber mana yang kredibel, misal pemda, BI atau pengamat kita lagi yang menentukan ini sensi yang tidak dimiliki robot,” tandas Angga.

Dalam pembahasan tentang penggunaan teknologi dalam jurnalisme, Angga menjelaskan bahwa meskipun teknologi dapat membantu dalam proses penulisan, seperti pengumpulan data dan pembuatan grafik, tetapi esensi dari jurnalisme tetap pada karya seni manusia.

“Meskipun teknologi dapat membantu dalam proses, namun kualitas dan keunikan gaya penulisan manusia tetap tidak tergantikan,” ungkapnya lagi. “Jurnalis manusia memiliki kemampuan untuk memberikan sentuhan emosi dan pemahaman yang mendalam terhadap suatu peristiwa.”

Dia juga menyoroti pentingnya penelitian dan konfirmasi manusia dalam menentukan sudut pandang yang tepat dalam sebuah berita.

“Sensitivitas dan kepekaan jurnalis manusia terhadap data dan sumber informasi merupakan hal yang tidak dapat digantikan oleh teknologi,” jelas Angga.

Komentar